Kabupaten Tangerang//trans24.id “Uang Rakyat Dijadikan Mainan: PNKR Diseret ke Kejati, Direksi Dinilai Tak Cakap, Pemkab Tangerang Dituduh Membiarkan Dugaan Korupsi”
Perumda Pasar Niaga Kertaraharja (PNKR) Kabupaten Tangerang akhirnya resmi dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Banten. Rabu (24/12/2025), Ketua DPD Gerakan KAWAN Kabupaten Tangerang, Samudi, membawa dugaan perbuatan melawan hukum di tubuh BUMD tersebut ke ranah penegakan hukum. Langkah ini menandai berakhirnya kesabaran publik terhadap perusahaan daerah yang mengelola uang rakyat namun gagal menunjukkan tanggung jawab manajerial.
Laporan tersebut lahir dari akumulasi temuan serius yang secara akademis menunjukkan kegagalan tata kelola total. Modal publik puluhan miliar rupiah digelontorkan, tetapi kinerja keuangan PNKR justru tidak berbanding lurus. Ketimpangan antara input anggaran dan output pendapatan mencerminkan inefisiensi ekstrem, sebuah indikator klasik manajemen publik yang rusak dan berpotensi menyimpang.
Sorotan paling tajam diarahkan kepada Direksi PNKR, terutama Direktur Utama Finny Widiyanti, yang dinilai tidak mampu memenuhi standar minimal pengelolaan BUMD modern. Laporan keuangan tidak sinkron, dokumen pokok tercecer, aset tidak jelas status hukumnya, serta setoran PAD yang stagnan dan janggal menjadi potret telanjang kegagalan kepemimpinan korporasi daerah.
Keanehan yang mencederai logika akuntansi publik adalah kesamaan setoran PAD tahun 2022 dan 2023 hingga satuan rupiah. Dalam praktik akuntansi yang sehat, kondisi semacam ini hampir mustahil terjadi tanpa kesalahan serius atau praktik administrasi yang serampangan. Situasi semakin absurd ketika pada 2024 setoran PAD justru anjlok drastis tanpa penjelasan resmi kepada publik.
Gerakan KAWAN menggambarkan PNKR sebagai perusahaan yang “dewasa usia, tetapi primitif tata kelola.” Aset pasar tanpa sertifikat, kerja sama bisnis tanpa kejelasan implementasi, serta piutang yang dibiarkan menggantung sejak 2020 menjadi bukti bahwa Direksi tidak menguasai kendali operasional. Dalih warisan masalah lama dinilai sebagai alibi murahan yang menutup kegagalan audit internal sejak awal kepemimpinan.
Tanggung jawab tidak berhenti pada Direksi. Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai pemilik modal dan pengendali kebijakan dinilai gagal menjalankan fungsi pengawasan. Sekretaris Daerah yang sebelumnya menemui massa aksi dan menjanjikan tindak lanjut kini dipertanyakan komitmennya. Janji yang tak pernah diwujudkan hanya memperkuat dugaan pembiaran sistemik terhadap kekacauan PNKR.
Samudi menegaskan bahwa pelaporan ke Kejati Banten merupakan langkah konstitusional setelah seluruh jalur administratif dianggap buntu. Ketika Direksi alergi terhadap transparansi dan pemerintah daerah memilih bungkam, maka hukum harus menjadi pintu masuk terakhir. Negara tidak boleh kalah oleh manajemen amburadul yang berlindung di balik jabatan publik.
Gerakan KAWAN menilai Direksi PNKR lebih sibuk merawat citra ketimbang membereskan pembukuan. Jawaban normatif seperti “sedang diproses” atau “dokumen belum ditemukan” disebut sebagai bentuk penghinaan terhadap kecerdasan publik. BUMD bukan laboratorium coba-coba dan bukan tempat aman untuk bersembunyi dari audit keuangan.
Dengan modal daerah sekitar Rp21 miliar dan total setoran PAD selama hampir dua dekade yang hanya berkisar Rp3,6 miliar, keberadaan PNKR patut dipertanyakan secara fundamental. Publik berhak tahu apakah perusahaan ini benar-benar diciptakan untuk menghasilkan pendapatan daerah atau sekadar menjadi lubang kebocoran anggaran yang dibiarkan terus menganga.
Laporan ke Kejati Banten menjadi pukulan telak bagi Direksi PNKR dan Pemerintah Kabupaten Tangerang. Pesannya jelas dan tidak bisa ditawar: transparansi adalah kewajiban hukum, bukan pilihan politik. Jika Direksi gagal membuktikan profesionalisme dan pemerintah daerah terus menutup mata, maka yang dipertaruhkan bukan hanya jabatan, tetapi kredibilitas tata kelola BUMD di Kabupaten Tangerang secara keseluruhan.













